
JELAJAH.CO.ID, Jakarta – Rapat Dengar Pendapat (RDP) Antara Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dengan Kementrian ATR BPN yang digelar di ruang sidang Komisi II DPR RI.
RDP tersebut dihadiri Ketua dan Anggota Komisi II DPR RI, serta hadir pula secara langsung Mentri ATR BPN dan Sejumlah Dirjen di Kementerian ATR BPN dan juga para Kepala Kanwil ATR BPN SE Indonesia melalui Zoom meeting.
Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Golkar, Taufan Pawe, mengapresiasi Capaian Kementrian ATR BPN pada triwulan ke dua ini telah memberikan terobosan yang baik dalam hal peningkatan kinerja, namun tentunya masih ada pekerjaan rumah yang harus dituntaskan, termasuk apa yang menjadi output dari outcam, sehingga bisa menjadi Pembelajaran dimasa depan.
Taufan Pawe juga menerangkan kalau baru beberapa waktu yang lalu anggota DPR RI termasuk dirinya melakukan kunjungan kerja ke daerah pemilihan dalam rangka Reses, dan masyarakat sendiri telah memahami tugas dan fungsi dari Komisi II termasuk bermitra dengan ATR BPN.
“Alhamdulillah masyarakat di dapil kami telah paham dengan tugas dan fungsi Komisi II dimana salah satu mitra kerjanya itu ATR BPN, sehingga banyak yang menyampaikan kani persoalan sertifikat tanah,”kata Taufan dalam keterangan tertulisnya, Selasa 22 April 2025.
Taufan menuturkan, kalau salah satu persoalan sertifikat tanah ini yang jadi keluhan masyarakat lamanya proses penerbitan termasuk tidak efektifnya program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dimana dalam Program tersebut mestinya Pemerintah harus pro aktif untuk menata dan juga bergerak, namun realitasnya masyarakat masih harus menunggu terlalu lama untuk mendapatkan sertifikat tersebut.
“Kami minta program ini bisa dimaksimalkan termasuk bagaimana setiap Kantah dan Kanwil ATR BPN bisa bekerja secara maksimal, apalagi tujuan dari Program ini tentunya muaranya demi kesejahteraan masyarakat,”paparnya.
Mantan Wali Kota Parepare dua periode ini juga menjelaskan terkait persoalan DPHTB ada beberapa yang diterbitkan Sertifikatnya namun harus di stempel Belum lunas DPHTB sehingga sertifikat tersebut tidak akan berfungsi ketika hendak dimasukkan ke Perbankan sebagai jaminan dan tentunya persoalan tersebut akan merugikan masyarakat itu sendiri.
“Ini juga yang perlu kita perhatikan bersama bagaimana persoslan DPHTB ini bisa diselesaikan, namun bukan berarti pembebasannya diserahkan ke Daerah, karena bisa saja masih ada daerah yang kemampuan fiskal daerahnya mengandalkan DPHTB ini, sehingga perlu ada pemikiran dari Kementrian bagaiaman menangani persoalan tersebut,”jelas dia.
Dirinya juga menekankan terkait Program pemecahan sertifikat dengan hadirnya Program Perkeretaapian di Sulsel, dimana masih banyak masyarakat yang mengeluhkan hal tersebut.
“Kami minta Kanwil ATR BPN Sulsel segera tindak lanjuti hal ini, apalagi ini merupakan penyampaian langsung dari Ibu Bupati dan Bapak Wakil Bupati jika masih ada masyarakat mereka yang sudah diserahkan Tanahnya untuk digunakan Rel kereta api namun sertifikat pemecahan belum terbit, akibatnya mereka masih mendapatkan pembebanan Biaya PBB sama dengan sebelum dilakukan Pembebasan,”ungkap dia.