Kementerian Sekretariat Negara RI Gelar Kegiatan Penyerapan Pandangan Soal Revisi UU Pemilu di Unhas

JELAJAH.CO.ID, Makassar – Kementerian Sekretariat Negara RI Sekretariat Wakil Presiden menggelar Kegiatan Penyerapan Pandangan mengenai isu Revisi Undang-Undang Pemilu untuk Masa Depan Pemilu dan Demokrasi di Indonesia. Kegiatan ini berlangsung di Ruang Rapat Senat, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, Makassar, pada Jumat 26 September 2025.

Acara yang mengusung tema “Masa Depan Pemilu dan Demokrasi di Indonesia” dihadiri sebanyak 26 peserta. Hadir dalam kegiatan tersebut Ketua Bawaslu Provinsi Sulawesi Selatan, Mardiana Rusli; Ketua KPU Provinsi Sulawesi Selatan, Hasbullah; Dekan FISIP Universitas Hasanuddin, Phil Sukri; serta Wakil Dekan Bidang Kemitraan, Riset, Inovasi, dan Alumni, Suparman.

Ketua Bawaslu Sulsel, Mardiana Rusli, dalam penyampaiannya menekankan pentingnya keseimbangan kelembagaan penyelenggara pemilu.

“Dalam penguatan kelembagaan antara KPU dan Bawaslu perlu memiliki komposisi yang seimbang agar dalam melakukan pengawasan dan pengawalan bisa maksimal. Selama ini KPU punya 5 keanggotaan, sementara Bawaslu ada 7, ada 5, dan ada 3 tergantung daerah pilihan/jumlah pemilihan. Pengawasan tidak boleh dibedakan antara Pemilihan Presiden dan Legislatif. Kita berharap Bawaslu menjadi wasit tunggal,” tegasnya.

Baca Juga:  Bawaslu Sulsel Raih Kehumasan Terbaik se-Indonesia

Lebih lanjut, Mardiana juga menekankan pentingnya keterwakilan kelompok dan perempuan dalam proses demokrasi.

“Inklusivitas ada dua hal yang perlu kita perhatikan, yaitu perwakilan dan kelompok. Perlu kita perhatikan juga keterwakilan perempuan. Keterwakilan perempuan itu sangat penting, karena menurut saya perempuan lebih jeli dalam menyusun administrasi pemilu. Administrasi ini berpotensi berdampak pada produk hukum yang dihasilkan sehingga sangat penting untuk divalidasi dan diverifikasi,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua KPU Sulsel, Hasbullah, menggarisbawahi esensi pemilu sebagai proses konversi suara menjadi kursi keterwakilan.

“Pemilu adalah upaya proses konversi suara pemilu menjadi kursi, upaya mengonversi keterwakilan itu. Bicara tentang pemilu minimal kita bicara tentang dapil, pencalonan, dan penentuan calon terpilih,” ungkapnya.

Baca Juga:  Ahmad Muzani Sebut Putusan MK Soal Pemisahan Pemilu Dapat Menimbulkan Persoalan Konstitusional Baru

Perwakilan peserta, Andi Lukman, menambahkan pandangannya terkait keterlibatan kelompok rentan dalam proses demokrasi.

“Saya sepakat bahwa pada proses pencalonan partai politik harus ada keseimbangan antara calon laki-laki dan perempuan. Keterlibatan perempuan dan disabilitas sangat penting,” ujarnya.

Dari unsur pemerintah daerah, perwakilan Kesbangpol Provinsi Sulsel, Muhammad Risaldii M, menegaskan peran strategis instansinya dalam koordinasi kepemiluan.

“Kesbangpol menjadi ujung tombak utama dalam melakukan koordinasi provinsi dan kabupaten/kota dalam pelaksanaan pemilu. Sebagai rekomendasi strategis, harapannya ke depan minimal dalam peraturan menteri ada unsur belanja yang khusus kepemiluan termasuk besarannya, bukan mengambil dari belanja tak terduga,” tuturnya.

Sebagai penyelenggara yang mewakili Kementerian Sekretariat Negara RI Sekretariat Wakil Presiden, Nico Harjanto menyampaikan apresiasinya terhadap berbagai masukan yang muncul.

Baca Juga:  Makassar Sambut PIMNAS 2025: Ajang Ilmiah Mahasiswa Terbesar se-Indonesia

“Banyak sekali masukan yang tentunya nanti akan saya sampaikan ke para stakeholders. Yang paling penting pada kegiatan ini adalah tumbuhnya rasa memiliki sehingga kita dapat memberikan masukan yang maksimal, baik secara pemilih maupun sebagai penyelenggara, untuk masa depan pemilu dan pemilihan di Indonesia,” pungkasnya.

Kegiatan ini menjadi ruang strategis dalam menghimpun pandangan berbagai pihak demi memperkuat arah revisi undang-undang pemilu yang lebih inklusif, adil, dan demokratis di masa mendatang.

Komentar Anda
Berita Lainnya