
JELAJAH.CO.ID, Makassar — Komisi A DPRD Sulsel menggelar rapat dengar pendapat terkait persoalan yang menimpa eks Sekretaris Provinsi Sulsel, Abdul Hayat Gani di Gedung Tower pada Senin 16 Juni 2025. Hadir BKD, Biro Hukum, BKAD hingga Koalisi Perjuangan Pemuda Mahasiswa (KPPM).
Ketua Komisi A DPRD Sulsel, Andi Anwar Purnomo menemukan bahwa memang pemberhentian Hayat Gani sebagai Sekda Provinsi Sulsel cacat administrasi.
“Oleh karenanya, kami merekomendasikan untuk hal tersebut untuk di kepada gubernur permasalahan ini, harus dilaksanakan komunikasi intens kepada pihak terkait. Dalam hal ini Pak Hayat Gani dengan bapak Gubernur beserta seluruh perangkatnya,” ungkapnya.
Aan mengaku, pihaknya menemukan multitafsir dalam surat BKN dan Kemendagri yang meminta menyelesaikan seluruh hak-hak kepegawaian Abdul Hayat. Sementara BKD menilai bahwa seluruh hak-haknya sudah diselesaikan berdasarkan SK yang bersangkutan.
“Makanya kami Komisi A akan melakukan konsultasi ke BKN yang juga Pj Gubernur saat itu, Prof Zudan. Kami akan konsultasi karena di sini serba kehati-hatian dalam rangka menyelesaikan permasalahan ini,” tuturnya.
Hayat Gani sedang memperjuangkan hak-hak kepegawaiannya yang saat itu sebagai Sekda Provinsi Sulsel berupa gaji pokok dan tunjangan-tunjangan lainnya yang belum dibayarkan sejak bulan Desember 2022 sampai dengan Januari 2025. Adapun nilainya sebesar Rp8.038.270.000.
Hayat Gani merupakan Sekprov Sulsel yang dinonaktifkan pada akhir 2022 lalu. Ia tak terima, sebab menurutnya hal ini cacat administrasi.
Ia kemudian melakukan rangkaian tuntutan yang pada akhirnya dimenangkan dari tingkat PTUN hingga kasasi Mahkamah Agung. Rinciannya, perkara nomor 12/G/2023/PTUN.JKT yang diperkuat oleh putusan Mahkamah Agung Nomor 290/K/TUN/224.
Lalu, Presiden Prabowo Subianto melalui surat Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo nomor : HK.06.02/01/2025 ditujukan ke Mendagri, meminta agar Abdul Hayat Gani dikembalikan ke jabatannya semula sebagai Sekprov Sulsel dan hak-hak pegawainya berupa gaji dan tunjangan dikembalikan senilai lebih dari Rp 8 Miliar.
“Saya memberikan fakta hukum, produk hukum bahwa saya sekarang dalam posisi inkrah berkutatan hukum tetap. Saya mengalahkan Bapak Presiden waktu itu. Resikonya, konsekuensi dari itu, bayarkan hak kepegawaian saya yang melekat sejak 2022,” kata Hayat Gani saat ditemui usai RDP.
“Katanya legal standynya enggak jelas, bagaimana suatu keputusan inkrah yang berkekuatan hukum tetap, apakah bukan itu legal standing yang yang harus diditerapkan ke Bawah,” sambungnya.
Hayat Gani menuturkan, RDP ini sekaligus meminta kepada Komisi A DPRD Sulsel untuk menjadi fasilitator mediasi. Apalagi dirinya sudah memiliki putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Selain itu, upaya ini sekaligus agar kedepan tidak ada yang bisa melemahkan hukum. Sebab putusan Tata Usaha Negara (TUN) mestinya sudah membuahkan hasil. Percuma kalau tidak ada outputnya.
“Teman-teman yang di fakultas hukum mengatakan inkrah berkekuatan hukum tetap itu sudah keputusan yang tertinggi. Nah kenapa mau minta lagi pendapa, (sementara) itu dasarnya. Siapa mau tangkapko kalua misalnya kau bayar saya dan sudah ada legal standingnya seperti itu,” tuturnya.
Hayat menilai, Pemprov Sulsel memang tidak niat untuk menyelesaikan hak-haknya. Ia juga menyinggung soal dirinya yang tidak masuk kantor selama gugatan.
“Mana ada putusan sementara menggugat orang, masuk kantor. Nah ditunggu dulu itu putusan baru, kalah saya atau menang saya. Itu kalau kalah saya, saya mengembalikan loh. Tapi karena kebetulan menang. Iya konsekuensi menang itu ya hak-hak saya. Itu hak-hak yang melekat, belum materi dan immateri,” bebernya.
Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD Sulsel, Andi Anwar Purnomo menemukan bahwa memang pemberhentian Hayat Gani sebagai Sekda Provinsi Sulsel cacat administrasi.
“Oleh karenanya, kami merekomendasikan untuk hal tersebut untuk di kepada gubernur permasalahan ini, harus dilaksanakan komunikasi intens kepada pihak terkait. Dalam hal ini Pak Hayat Gani dengan bapak Gubernur beserta seluruh perangkatnya,” ungkapnya.
Aan mengaku, pihaknya menemukan multitafsir dalam surat BKN dan Kemendagri yang meminta menyelesaikan seluruh hak-hak kepegawaian Abdul Hayat. Sementara BKD menilai bahwa seluruh hak-haknya sudah diselesaikan berdasarkan SK yang bersangkutan.
“Makanya kami Komisi A akan melakukan konsultasi ke BKN yang juga Pj Gubernur saat itu, Prof Zudan. Kami akan konsultasi karena di sini serba kehati-hatian dalam rangka menyelesaikan permasalahan ini,” tuturnya.